Empat pelatih tersukses di Piala AFF akan ditinjau. Dalam sejarahnya, tidak banyak pelatih yang bisa menjuarai Piala AFC.
Bahkan pelatih seperti Sven-Goran Eriksson dan Bryan Robson gagal memimpin timnya menjuarai Piala AFF. Lantas, siapa pelatih yang memiliki rekor terbanyak di Piala AFF ?
Alexandre Polking (Thailand, 2020 dan 2022)
Alexandre Polking adalah salah satu pelatih tersukses di Piala AFF. Dia membantu Thailand memenangkan Piala AFC 2020 dan Piala AFC 2022.
Pelatih Brasil-Jerman itu memimpin Thailand menang 1-0 atas Vietnam di leg kedua final Piala AFC 2022 tadi malam, hasil yang membuat Thailand mengamankan Piala AFC 2022 dengan kemenangan agregat 3-2.Juara Asia Piala Konfederasi Sepak Bola. .
Alexandre Polking atau Alexandre ‘Mano’ Polking adalah pelatih asal Thailand yang sedang kebingungan untuk merebut kembali gelar AFF 2022.
Federasi Sepak Bola Thailand (FAT) menyetujui Alexander Polkin sebagai pelatih kepala tim nasional Thailand pada 28 September 2021, menggantikan pelatih kepala Jepang Akira Nishino.
Alexander Polkin adalah satu-satunya pelatih kepala yang memecahkan rekor tak terkalahkan Vietnam selama 5 tahun di ASEAN, bahkan ia ingin menjadikan Thailand sebagai raja sepak bola ASEAN.
Diketahui, tim War Elephant telah lima kali menjuarai Piala AFC yang sebelumnya dikenal dengan nama Tiger Cup.
Gelar juara diraih oleh War Elephants tahun lalu setelah mengalahkan timnas Indonesia 3-2 di final AFF 2020.
Alexandre Polking datang ke Thailand pada tahun 2012 sebagai asisten Schäfer, yang ditunjuk sebagai pelatih kepala tim nasional Thailand. Polkin ditunjuk sebagai pelatih kepala oleh sayap Angkatan Darat pada 2013.
Memulai karir di Jerman bersama Arminia Bielefeld, VfB Fichte Bielefeld dan SV Darmstadt 98.
Pada tahun 2005, dia pindah ke Siprus untuk bermain Nicosia Olympiakos dan APOEL.
Di babak kedua musim 2014, Polkin menjadi pelatih kepala Bangkok United.
Pada 25 Juni 2014, ia mengalahkan klub lamanya Army United 3-0 dan berhasil menyelesaikan debutnya atas nama Bangkok United.
Pada 28 September 2021, Asosiasi Sepak Bola Thailand secara resmi mengumumkan bahwa Polkin ditunjuk sebagai pelatih kepala tim nasional Thailand sebagai orang Brasil kedua yang melatih Thailand.
Polkin menggantikan pelatih Jepang Akira Nishino, yang dipecat pada Juli setelah War Elephants tersingkir dari kualifikasi Piala Dunia FIFA 2022. Tugas pertama Polkin sebagai pelatih kepala timnas Thailand adalah Kejuaraan Sepak Bola Asia 2020.
Kiatisuk Senamuang (Thailand, 2014 dan 2016)
Kiatisuk Senamuang adalah satu-satunya pelatih dalam daftar ini dari Asia Tenggara. Ia memimpin Thailand menjuarai Piala AFC 2014 (mengalahkan Malaysia) dan 2016 (mengalahkan Indonesia).
Pada pertengahan 2017, Kiatisuk Senamuang memutuskan mundur sebagai pelatih kepala timnas Thailand. Keputusan itu diambil setelah Thailand hanya mencetak satu poin dari 10 pertandingan di babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2018 Asia.
Nama Kiatisuk Senamuang mungkin terdengar asing di telinga penggemar Indonesia. Namun, nama Kiatisuk Senamuang memang menggema di kalangan sepak bola Thailand.
Kiatisuk Senamuang sukses bersama timnas Thailand (Timnas) sebagai pemain dan pelatih. Pria asli Udon Thani ini juga merupakan sosok yang berjasa bagi perkembangan sepak bola di negeri gajah putih tersebut.
Maklum, Thailand imbang dengan Indonesia di Grup A. Tak hanya Thailand dan Indonesia, Grup A didominasi oleh Singapura dan tuan rumah Filipina.
Nama Kiatisuk Senamuang semakin dikenal saat memimpin Thailand menang 4-2 atas Indonesia dalam laga pembuka Grup A Piala AFC 2016 di Stadion Filipina, Sabtu (19/11/2016). Pria berusia 43 tahun itu mulai populer di Indonesia setelah memimpin Thailand ke semifinal Piala AFC 2016 dengan rekor sempurna tak terkalahkan dalam tiga pertandingan (sembilan poin dari tiga pertandingan).
Kiatisuk Senamuang tidak dapat mewakili Thailand di Piala Tiger 1998, pelatih kepala Withaya Laohakul juga tidak memasukkannya.
Meski begitu, dia tetap tidak menyerah. Kiatisuk Senamuang fokus membela klub yang dibelanya, Royal Thai Police.
Setelah hampir satu musim, Kiatisuk Senamuang resmi pindah ke klub Malaysia Perlis FA dimana dia bermain selama 1998-1999. Setahun kemudian, dia memilih klub Inggris Huddersfield Town untuk satu musim lagi (1999-2000).
Seiring dengan karir klubnya, Kiatisuk Senamuang bermain untuk Thailand di Piala Tiger tahun 2000, momen kejayaan bagi pria 171cm itu.
Dia memimpin Thailand meraih gelar Piala Tiger kedua mereka setelah mengalahkan Indonesia 4-1. Dia juga memenangkan penghargaan pemain terbaik dan mencetak empat gol dalam kompetisi tersebut.
Setelah itu, Kiatisuk Senamuang kembali melengkapi Raj Pracha selama satu musim (2000-2001). Kiatisuk Senamuang kemudian pindah ke Singapore Premier League bersama Singapore Armed Forces Club.
Di sana ia menikmati satu musim dalam karirnya (2001-2002). Meski hanya bermain satu musim, ia memimpin SAF meraih kemenangan di Liga Utama Singapura pada tahun 2002.
Setelah itu, ia pindah ke Liga Super Vietnam pada tahun 2002 dan bergabung dengan Huang Ying Jialai, serta mengantarkan Huang Ying Jialai menjadi juara Liga Super Vietnam pada tahun 2003 dan 2004.
Pada tahun 2004, kesuksesan Kiatisuk Senamuang melejit, meski usianya sudah 31 tahun. Namun, ia gagal membawa Thailand meraih kemenangan di Piala Tiger 2004 setelah gagal lolos ke babak penyisihan Grup B, atau gagal bertanding melawan Myanmar dan Malaysia. Tak hanya itu, ia juga gagal mengantarkan Thailand menjuarai Piala Asia 2004.
Ia kembali ke klubnya Hoang Anh Gia Lai hingga tahun 2007 ketika ia memutuskan untuk pensiun dari dunia sepak bola sebagai pemain. Pensiunnya Kiatisuk Senamuang juga tak lepas dari kekalahannya bersama Thailand di Piala AFC 2007 dan Piala Asia di tahun yang sama.
Thailand kalah agregat 3-2 dari Singapura di final Piala AFC 2007. Babak penyisihan Grup A Piala Asia 2007 terlewatkan.
Meskipun demikian, Kiatisuk Senamuang telah mengakhiri karir bermainnya dengan sangat baik. Pada tahun 2000, ia memenangkan Penghargaan Pemain Terbaik Tahun Ini dan memenangkan Piala Tiger (Piala AFF) dua kali untuk Thailand secara total.
Dia mencetak total 12 gol dalam karirnya di Piala Tiger (Piala AFF) di Thailand. Kiatisuk Senamuang mencetak 71 gol dalam 134 penampilan untuk Thailand.
Di level klub, ia memimpin Royal Thai Police ke Liga Super Thailand pada tahun 1997, Angkatan Bersenjata Singapura ke Liga Utama Singapura pada tahun 2002 dan Hoang An Gia Lai ke Liga Super Vietnam pada tahun 2003 dan juara 2004.
Radojko Avramovic (Singapura, 2004, 2007 dan 2012)
Radojko Avramovic adalah pelatih tersukses di Piala AFC. Pelatih asal Serbia itu mengantarkan Singapura tiga kali menjuarai Piala AFC, yakni pada 2004 (mengalahkan Indonesia), 2007 (mengalahkan Thailand) dan 2012 (mengalahkan Thailand).
Tidak ada pelatih dalam sejarahnya yang menandingi kesuksesan Radojko Avramovic. Akankah Alexandre Polking menjadi yang pertama melakukannya di Piala AFF 2024?
Radojko Avramovic pernah menjadi pelatih tersukses di Asia Tenggara. Pelatih kelahiran Yugoslavia itu memegang rekor peraih Piala AFC terbanyak.
Kesuksesan Avramovich dimulai saat mulai melatih timnas Singapura pada 2003. Ia akhirnya berhasil mengangkat tiga trofi Piala AFC, semuanya bersama Singapura.
Tiga pemenang Piala AFC terjadi pada 2004, 2007, dan terakhir pada 2012, jadi Avramovic telah memberi Singapura tiga dari empat gelar Piala AFC mereka (kecuali 1998).
Singapura mengalahkan Indonesia 5-2 secara agregat di final Piala AFC 2004 untuk mengklaim gelar pertamanya. Kemudian pada 2007, Singapura mengalahkan Thailand dengan agregat 3-2.
Pada akhirnya, Avramovich mengantarkan Lions menjuarai Piala AFC 2022. Di final, mereka kembali mengalahkan Thailand dengan skor 3-2.
Setelah mewakili Singapura di Piala AFC 2012, Radojko Avramovic memutuskan untuk tidak melatih Singapura.
Ia meninggalkan tugasnya sebagai pelatih Singapura dengan catatan 24 kali menang, 27 kali kalah, dan 13 kali seri dalam 64 pertandingan.
Avramovich telah menganggur sejak tiba dari Singapura, akhirnya mengambil alih Myanmar pada tahun 2014. Namun, setahun kemudian, dia memutuskan untuk mengundurkan diri.
Sebelum menjadi pelatih, Avramovic adalah seorang pemain sepak bola yang memulai karirnya pada tahun 1969. Saat bermain sepak bola, ia berperan sebagai penjaga gawang.
Saat aktif bermain sepak bola, ia menghabiskan sebagian besar karirnya di liga Serbia. Berawal dari Borac Cacak, NK Rijeka, sebelum akhirnya memutuskan pindah ke klub Inggris Notts County.
Dari sana ia bermain untuk FC Inter-Montreal di Kanada sebelum kembali ke Inggris untuk membela Coventry City sebelum akhirnya memutuskan kembali ke Serbia untuk membela OFK Beograd, dimana ia akhirnya pensiun pada tahun 1985.
Usai gantung sepatu, Radojko Avramovic tak langsung mengambil alih sebagai pelatih. Dia baru mengelola tim pada tahun 1993 dengan mengelola Timnas U-23 Oman.
Dari sana, ia bekerja sebagai asisten pelatih Kuwait sebelum diangkat menjadi pelatih Kuwait U-23. Dia juga sempat melatih tim nasional senior Kuwait dan kemudian FC Muscat.
Sejak itu, dia melatih Singapura selama 9 tahun dan kemudian Myanmar selama 1,5 tahun. Setelah dua tahun menganggur, Avramovic mengambil alih Altadmon dan menjadi manajer interim Kuwait pada 2018.
Catatan terbaru menunjukkan bahwa Radojko Avramovic terakhir melatih tim tuan rumah Singapura United selama satu bulan, dari Juli hingga Agustus 2019.
Peter Withe (Thailand, 2000 dan 2002)
Daftar teratas adalah Peter Withe, yang melatih tim nasional Indonesia dari 2004 hingga 2007. Pelatih asal Inggris itu mengantarkan Thailand menjuarai Piala AFC pada 2000 dan 2002 setelah mengalahkan timnas Indonesia di dua final.
Kesuksesan Peter Withe di atas telah memikat hati PSSI. Persatuan Sepak Bola Indonesia juga mengontrak Peter Withe pada 2004, berharap legenda Aston Villa itu bisa mendongkrak prestasi Eagles.
Namun, hasilnya jauh dari kebakaran. Menyusul runner-up Piala AFC 2004, timnas Indonesia berhenti di babak penyisihan grup Piala AFC 2007. Ini kali pertama timnas Indonesia singgah di babak penyisihan grup Piala AFC.
Peter Withe merupakan pelatih asal Inggris yang membawa perubahan besar bagi timnas Indonesia pada tahun 2004 silam.
Berhasil mengantarkan timnas Thailand dua kali menjuarai Piala AFC pada 2000 dan 2002. Pada 2004, PSSI menyewa pelatih Inggris Peter Weiser untuk melatih timnas Indonesia.
Dengan catatan sukses tersebut, Peter Withe jelas memiliki ekspektasi yang tinggi, tidak hanya dari PSSI tetapi juga dari publik sepakbola Indonesia.
Namun yang menarik adalah saat pertama kali datang ke timnas Indonesia, Peter Witt sempat membuat gempar. Saat dipanggil banyak pendatang baru untuk memperkuat Timnas Indonesia di usia muda.
Yang lebih mengejutkan lagi, ia berani mencoret striker Bambang Pamongas yang saat itu diandalkan Timnas Indonesia.
Terlihat dari keputusan awalnya, Peter Withe adalah seorang pelatih yang galak atau tegas dengan setiap keputusan yang diambilnya. Dia tidak pernah peduli dengan status bintang pemain. Tapi ini lebih tentang kualitas para pemain dan apa yang paling praktis.
Adapun pemain muda yang diberi kesempatan memperkuat timnas oleh Peter Witt, ada Hamka Hamza, Philman Utina, Mahathir Pangjabien, lalu Boas Soloza yang paling terkenal dan menggemparkan.
Hal itu sempat membuat heboh karena pria kelahiran Liverpool itu dengan berani mempercayakan Boas Sollosa yang berusia 18 tahun tanpa klub di Piala AFC 2004 untuk menjadi andalan di lini depan timnas Indonesia.
Di bawah tangan dingin Peter Withe, ternyata Boaz muda berhasil memaksimalkan bakatnya hingga sukses di Piala AFF 2004. Dengan empat gol, dan menjadi andalan hingga timnas Indonesia melaju ke babak final.
Tak hanya keberanian dalam pemilihan pemain yang mengejutkan, kehadiran Peter Witt di timnas Indonesia saat itu juga mengejutkan, dan formasi yang diterapkannya di lapangan juga mengejutkan.
Di saat sepakbola Indonesia masih sangat mengandalkan formasi klasik 3-5-2, Peter Witt hadir dengan formasi modern 4-4-2. Formasi ini sangat umum di sepak bola Inggris.
Keputusan, penuh dengan taruhan Peter Withe, tidak butuh waktu lama. Di Piala AFC 2004, ia juga memimpin timnas Indonesia dengan formasi yang lebih agresif dalam formasi 4-4-2.
Banyak dari serangan itu terkonsentrasi di luar, tidak meninggalkan stabilitas di lini tengah. Meski pada akhirnya gagal menjadi juara, mereka baru saja mencapai babak final.
Meski gagal pada kesempatan pertama, Peter Witt masih dipercaya hingga juara Piala AFC berikutnya pada tahun 2007. Sayangnya, dengan sikap tegas dan kemampuan menyusun strategi, Peter Witt tidak bisa tampil lebih baik.
Timnas Indonesia tersingkir di babak penyisihan grup dan karir Witt pun berakhir tanpa meraih gelar juara untuk timnas Indonesia.